KALOSARA NEWS.COM – Keputusan Bupati Konawe Kery Saiful Konggoasa mengeluarkan Surat Keputusan (SK) terhadap beberapa Esselon II,III dan IV menuai polemik. Pelantikan Terhadap beberapa Eselon oleh Sekretaris Daerah H.Ridwan Lamaroa yang dilakukan beberapa waktu lalu mendapat perlawanan dari staffnya sendiri.
Staf ahli Bupati Konawe, MT Syahlan Saranani mempertanyakan kekuatan hukum terkait adanya Pegawai Negeri Sipil (PNS) lingkup pemda konawe yang dilantik sementara diduga belum memenuhi syarat menduduki jabatan tersebut.
Syahlan menuturkan, semua mutasi yang dilakukan Pemda tanpa prosedur yang benar bisa batal karena hukum. Bahkan dirinya menduga ada money politic (politik uang) oleh sejumlah oknum pejabat. Dia juga sudah mengumpulkan rekapan aturan, sebagai bahan saat hearing nantinya.
“Makanya saya meminta agar dalam hearing nanti, pak Bupati itu hadir bersama Sekda. Sekalian para pegawai juga bisa menonton, biar mereka tahu tentang aturan yang seperti ini,” ucapnya.
Terkait kasus tersebut, Syahlan menegaskan, apabila seorang PNS tidak diatur oleh Bupati, Wabup, atau Sekda. Akan tetapi diatur oleh aturan yang telah ada secara normatif. “Nanti jika dikemudian hari kita (PNS) melanggar, barulah Bupati bisa mengeksekusi pelanggarnya lewat Sekda. Itu ada aturannya memang. Makanya kita mesti paham aturan,” ujar Syahlan.
Syahlan Saranani menegaskan dirinya akan mendesak ketua DPRD untuk segera menggelar hearing terkait pengukuhan pejabat eselon di Pemda Konawe yang mana pengukuhan tersebut diduga tidak sesuai aturan.
“Saya akan ketemu ketua DPRD.Saya minta kejelasan terkait hal ini, ini sudah tidak benar dan tidak bisa dibiarkan,” katanya saat ditemui diruang tunggu Ketua DPRD Konawe, Senin (20/02/2017).
Bahkan kata dia, permasalahan yang terjadi tersebut ada yang mengarah ke tindak pidana. Menurutnya, pada saat pelantikan dan pengukuhan pejabat tersebut dirinya mensinyalir ada praktek jual beli jabatan.
“Makanya saya meminta agar dalam hearing nanti, pak Bupati itu hadir bersama Sekda tidak boleh diwakili. Sekalian para pegawai juga bisa menonton, biat mereka tahu tentang aturan yang seperti ini,” terangnya.
Syahlan Saranani menyebutkan, pada pelantikan dan pengukuhan 826 pejabat eselon, sekda Konawe, H.Ridwan Lamaroa melanggar UU No.5 tahun 2014 tentang ASN dan UU No.23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dan pasal 99 PP No.18 tahun 2016.
” Akibat sekda langgar aturan begini, ujung – ujung Bupati Konawe akan non aktif, bisa dinon aktif melalui KASN,” tandasnya.
Terkait masalah itu, di tempat lain, Sekda Konawe Ridwan Lamaroa melalui Kepala Sub Bidang Mutasi Badan Kepegawaian Daerah, Sahrullah mengatakan, tuduhan yang dialamatkan Staf Ahli Bupati Konawe Bidang Hukum dan Pembangunan itu tidak benar adanya.
Sahrullah tidak ingin merespon berlebihan pernyataan itu. Terkait laporan Syahlan di Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), ia mengaku sudah menyiapkan sanggahan atas yang dituduhkan. Materi sanggahan tersebut, telah ia siapkan lengkap dengan peraturan yang menguatkannya.
“Syahlan memasukan laporan ke KASN sepuluh poin. Kami sudah membuat jawabannya, berdasarkan peraturan yang ada. Kapanpun kami siap, jika dipanggil untuk meluruskan permasalahan ini,” jelasnya, Rabu (25/01/2017).
Terkait 10 poin yang dilaporkan, Sahrullah membeber salah diantaranya, yakni laporan bahwa Sekda tidak bisa melantik pejabat eselon II, III dan IV. Ia merujuk pada PP No.18 Tahun 2016 tentang ASN. Untuk menjawab masalah tersebut, pihaknya merujuk pada PP No. 63 Tahun 2009 Junto PP No. 09 Tahun 2003 tentang wewenang dan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian PNS.
Aturan itu juga diperkuat dengan adanya Perbup No. 13 A Tahun 2013 tentang pendelegasian wewenang bidang kepegawaian lingkup Pemda Konawe. Di situ dinyatakan bahwa jika bupati berhalangan, maka bisa digantikan oleh wakilnya saat melakukan pengukuhan atau
pelantikan. Jika wakil bupati berhalangan, maka bisa diwakilkan oleh Sekda Konawe atas dasar adanya surat perintah dari bupati.
“Makanya Sekda itu diperkenankan melakukan pelantikan berdasarkan perintah bupati. Dan kalau yang dimaksud Syahlan adalah pengukuhan pejabat pada tanggal 16 Desember 2016, maka perlu diketahui sebelum pelantikan Sekda sudah mendapat surat perintah dari bupati sehari sebelumnya,” pungkasnya.
Adanya tudingan Syahlan yang mengatakan mutasi pegawai tidak melalui Baperjakat, juga dibantah Sahrullah. Kata dia, BKD dalam menjalankan tugasnya, tetap berdiri pada aturan yang ada sehingga tidak benar jika ia berkata demikian. “Sebelum melakukan mutasi, Sekda dan BKD sudah pembentuk Baperjakat. Sehingga semua yang dilakukan itu sudah di atas res aturan yang ada,” tandasnya.
Reporter : Nasrun
Editor : Randa