KONAWE \\ 49 desa pada 11 kecamatan di Konawe, masuk kedalam locus stunting tahun 2022. Ditahun 2023 ini, meskipun lokasi pemetaan naik menjadi 15 kecamatan, namun locusnya turun menjadi 35 desa saja. Hal itu berkat masifnya penyuluhan oleh Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Konawe bagi keluarga berisiko stunting.
Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan DPPKB Konawe, Asrun mengatakan, terkait stunting, pihaknya hanya ditugaskan melakukan aksi-aksi pencegahan kepada masyarakat. Sementara, penentuan locus stunting menjadi ranah Dinas Kesehatan (Dinkes) Konawe. Secara kasuistik ditahun 2022 lalu, sebutnya, kecamatan Soropia menjadi wilayah dengan temuan kasus stunting paling tinggi dan tersebar di lima desa.
“Namun jika dilihat dari locus stunting, terbanyak itu di kecamatan Wonggeduku ada 10 desa, dan Puriala ada 9 desa. Kalau untuk 2023 ini, saya belum tahu dimana locus yang banyak ditemukan kasus stunting,” ujar Asrun, Selasa (31/1).
Asrun menuturkan, DPPKB Konawe menyasar keluarga berisiko stunting untuk memberikan sosialisasi dan edukasi dalam mengantisipasi kasus tersebut. Diantaranya edukasi mengenai mengenai air bersih, sanitasi, dan sebagainya. Pihaknya pun menggaungkan jargon “empat terlalu” dalam setiap kesempatan bersosialisasi dengan masyarakat terkait pencegahan stunting. Mulai dari jangan terlalu muda menikah, serta jangan terlalu tua menikah.
“Menikah terlalu muda atau terlalu tua, sangat tinggi risikonya bagi ibu maupun calon bayi,” ucapnya.
Selain itu, lanjut Asrun, jangan terlalu rapat usia antara anak pertama dan kedua. Katanya, memang dulunya DPPKB punya slogan yakni dua anak cukup. Namun saat ini, meskipun bukan dua anak namun jarak kelahiran mesti diperhatikan. Minimal dua tahun, tapi sebaiknya lima tahun.
“Terakhir, jangan terlalu banyak anak juga. Sebab, meskipun jarak kelahiran kita sudah atur, tapi kalau terlalu banyak khawatirnya ada anak yang tidak terurus,” imbuhnya.