Ragam  

HUT Konawe Tahun Ini, Di Duga Ada Upaya Untuk Menghilangkan Tokoh-Tokoh Di Konawe

Avatar
( Ketua BK DPRD Konawe Ginal Sambari saat memberikan keterangan penyebab ia meninggalkan tribun Upacara saat Hut Konawe ke 57 usai memprotes protokoler pemda konawe yang membacakan naska sejarah singkat terbentuknya Kabupaten Konawe jumat (03/03/2017)

KALOSARA NEWS.COM – Ketua Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Konawe (DPRD) Kabupaten Konawe menilai penghilangan teks dalam buku Sejarah Singkat terbentuknya Kabupaten Konawe yang dibacakan oleh protokoler pemda konawe dalam rangkain perayaan Hut Konawe yang ke 57 merupakan upaya untuk menghilangkan sejarah dan pengkota-kotakan tokoh diwilaya kecamatan yang ada di konawe.

Ginal mengatakan, pembanguan konawe ini dibangun dari semua peradaban yang terdiri dari siwole mbatohuu Pitumbula batu, namun Ia sangat menyesalkan, karena semua yang tergabung kedalam Pitumbula batu tersebut, tak dibacakan dalam perayaan hari ulang tahun konawe, sementara itu. Ia menilai, pembacaan teks sejarah dalam Hut konawe ini merupakan momen paling penting untuk diketahui oleh masyarakat.

” hari ini Teks sejarah yang dibacakan itu tidak benar, karena ada beberapa tokoh yang tidak dibacakan seperti,  Inea sinumo wuta mbinotiso (Abuki) sebagai putra mahakota, tutuwi motaha (Anggaberi), Putobuno Konawe (Tuoy) Parewano Wuta Konawe (Sanggona), Kotu Bitara (Wonggeduku), Kapita Anamolepo (Uepai) Kapita Bondoala (Sampara)” ungkapnya pada awak media sambil emosi (jumat 03/03/2017).

Ginal menilai, penanggun jawab kegiatan mesti bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Kata dia, beberapa tokoh masyarakat yang nama daerahnya tidak disebutkan dalam sejarah perkembangan Konawe tidak terima atas hal tersebut. Ia menyebut ada unsur kesengajaan dengan hal tersebut yang dilakukan oleh oknum demi menyenangkan pimpinan daerah.

“ Teks sejarah yang pernah saya susun itu sudah melalui tahap pengkajian. Ada banyak referensi yang kami pakai,” tegasnya sembari memperlihatkan daftar pustaka teks sejarah yang pernah disusun di DPRD.

Selain Ginal, Deny Zainal Ahuddin juga tidak terima atas teks sejarah yang dibacakan. Ia juga menegaskan jika apa yang dibacakan oleh protokoler berbeda dengan apa yang pernah disusun di meja DPRD. “Yang kami susun itu lain, yang dibacakan juga lain,” tukasnya

Baik Ginal maupun Deny sama-sama sepakat akan membawa masalah tersebut dalam rapat DPRD. Mereka menilai, kalau apa yang terjadi sudah merupakan bagian dalam pelecahan sejarah.

Reporter : Randa
Editor : Redaksi