Lenterasultra.com- (Konawe)- Perdagangan hasil pertanian lintas daerah masih marak, gabah kering giling menjadi salah satu komoditas pangan yang banyak dijual ke luar daerah, seperti Sulawesi Selatan. Meskipun Pemerintah Daerah Konawe dan DPRD Konawe telah mensahkan Peraturan Daerah (perda) Nomor 17 Tahun 2015 tentang label Kemasan beras asal Kabupaten Konawe, namun hal ini belum berjalan dengan maksimal, sebab para petani masih melakukan penjualan gabah di daerah lain.
Beberapa bulan terakhir ini, sejumlah pedagang dan spekulan beras dari luar Sultra mulai marak di Konawe, mereka datang membeli gabah dan beras hasil panen petani, di Konawe. Mereka sanggup membeli lebih tinggi dari harga resmi, yang ditetapkan pemerintah daerah. Selain itu, kualitas hasil panen padi di Konawe menjadi prioritas tersendiri. Sarjo, Warga Kecamatan Tongauna, mengatakan, setiap kali musim panen gabah-gabah petani di wilayahnya selalu di jual di daerah Sulawesi Selatan, karena jika dijual di luar daerah sedikit menguntungkan petani ketimbang menjual gabah di Konawe yang harganya lebih rendah. “Kalau kita jual di Konawe itu lebih selektif dan harganya terbilang rendah. Kalau ke pedagang dari luar Sultra, kita lebih untung dan tidak repot karena mereka sendiri yang datang muat,” ungkapnya.
Kepala Perum Bulog Sub Divre Unaaha, Luthfi Said yang dikonfirmasi tidak menampik hal tersebut. Dirinya mengakui, akhir-akhir ini banyak beras petani di Konawe yang dijual ke pengusaha Sulawesi Selatan. Petani rela menjual gabahnya ke daerah lain karena dibeli dengann harga yang lebih tinggi. Dengan maraknya aktifitas tersebut hal ini berakibat pada keterbatasan Bulog melakukan penyerapan. Dia meminta dukungan Pemerintah Daerah dan untuk tidak bosan-bosannya membina para petani supaya tidak menjual gabah kering giling ke luar Konawe.
” Mereka membeli dengan harga yang lebih tinggi, makanya petani juga menjual gabahnya kepada mereka. Walaupun nantinya, ketika sudah jadi beras dan dijual kembali ke Sultra harga juga lebih mahal. Bulog sendiri pun belum bisa menjadi pesaing bagi para pengusaha dari luar. Harga Pembelian Pemerintah (HPP) beras sudah ditetapkan dalam Inpres presiden, yakni Rp7300. Atas acuan tersebut, kami tidak bisa bersaing dengan para pengusaha. Namun meskipun demikian penyerapan beras lokal di Konawe selalu memenuhi target. Tahun 2015 Bulog dapat penyerap hingga 8400 ton. Sedangkan tahun ini Bulog diberi target sebanyak 9.875 ton,” jelasnya
Menanggapi hal ini, Ketua DPRD Gusli Topan Sabara mengatakan, banyak petani Konawe yang menjual hasil panennya ke luar daerah. Namun untuk membatasi hal tersebut, pihaknya saat ini tengah menyusun regulasi Peraturan Daerah (perda) tentang Labeling beras Konawe, jika Perda tersebut sudah disahkan maka tidak ada lagi penjual gabah di luar daerah tanpa sepengetahuan Pemerintah daerah.
Ketua DPRD Konawe Gusli Topan Sabara mengatakan, untuk mempertahankan pencapaian pada sektor pertanian, sangat dibutuhkan peranan aktif semua pihak agar Kabupaten Konawe bisa mencapai target produksi yang signifikan. “Pemda dan Legislatif sudah sepakat membatasi penjualan gabah di luar sultra dengan menerbitkan perda beras Labeling Konawe, tapi meskipun demikian masih ada sebagian petani yang tetap menjual gabahnya di luar daerah dengan alasan biayanya sedikit berbeda dengan harga di Konawe. Tapi untuk mempetahankan ketahanan pangan kita, kami akan berusaha memaksimalkan perda tersebut, agar petani tidak lagi tertarik menjual gabahnya ke Makassar,” tuturnya. (Dedi Kendari Pos)